AL AKHLAK AL MADZMUMAH
I.
PENDAHULUAN
Secara bahasa akhlak dapat diartikan dengan budi pekerti, watak, tabiat,
dan dal;am bahasa sehari-hari ditemukan pula istilah etika maupun moral, yang
diartikan sama dengan akhlak. menurut istilah akhlak bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi
jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapatlah disebut bahwa akhlak itu adalah
nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan
bentuknya yang kelihatan dinamakan mu’amalah (tindakan) atau suluk (perilaku),
maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya.
Akhlak madzmumah adalah segala macam sifat dan tingkah laku yang tercela. Dalam
makalah ini akan dibahas tentang apa yang termasuk akhlak madzmumah dan
hadist-hadist yang berkenaan dengan akhlak madzmumah.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Pengertian Akhlaq
Madzmumah
B.
Macam-macam Akhlaq
Madzmumah
C.
Hadits tentang Ghibah,
Buruk Sangka dan Hasad
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlaq Madzmumah
Hidup
manusia terkadang mengarah pada kesempurnaan jiwa dan kesuciannya, tapi kadang
pula mengarah kepada keburukan. Hal tersebut mengarah kepada beberapa hal yang
mempengaruhinya. Menurut Akhmad Amin, keburukan akhlak (dosa dan kejahatan)
muncul disebabkan karena “kesempitan pandangan dan pengalamanya, serta besarnya
ego”.
Akhlaqul
Madzmumah ialah perangai atau tingkah laku pada tutur kata yang tercermin pada
diri manusia, dan cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang
lain. Sifat ini telah ada sejak lahir, baik wanita maupun pria yang tertanam
dalam jiwa setiap manusia. Akhlak secara fitrah manusia adalah baik, namun
dapat berubah menjadi akhlak yang buruk apabila manusia itu lahir dari keluarga
yang tabiatnya kurang baik, lingkungan yang buruk, pendidikan yang tidak baik,
dan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik sehingga menghasilkan akhlak yang
buruk.[1]
Adapun
bentuk maksiat ada dua yaitu sebagai berikut:
1.
Maksiat lahir
Maksiat
berasal dari bahasa arab, ma’siyah, artinya “pelanggaran” oleh orang yang
berakal balig (mukallaf), karena melakukan perbuatan yang dilarang, dan
meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syariat islam.
Maksiat lahir, karena dilakukan dengan menggunakan alat-alat lahiriah, yang akan mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat, dan tentu saja amat berbahaya bagi keamanan dan ketentraman masyarakat, seperti pencurian dan perampokan, pembunuhan, perkelahian (akibat fitnah, adu domba).[2]
Maksiat lahir, karena dilakukan dengan menggunakan alat-alat lahiriah, yang akan mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat, dan tentu saja amat berbahaya bagi keamanan dan ketentraman masyarakat, seperti pencurian dan perampokan, pembunuhan, perkelahian (akibat fitnah, adu domba).[2]
2.
Maksiat batin
Maksiat
batin lebih berbahaya dibandingkan dengan maksiat lahir, karena tidak terlihat,
dan lebih sukar dhilangkan. Selama maksiat batin belum dilenyapkan, maksiat
lahir tidak bisa dihindarkan dari manusia. Maksiat batin berasal dari dalam
hati manusia, atau digerakan oleh tabiat hati. Sedangkan hati tidak memiliki
sifat yang tetap, terbolak-balik, berubah-ubah, sesuai dengan keadaan atau hati
yang mempengaruhinya. Hati terkadang baik, simpati, dan kasih sayang, tetapi
disaat lainya hati terkadang jahat, pendendam, syirik, dan sebagainya.
B. Macam-macam Akhlaq Madzmumah
Adapun bentuk atau
macam-macam dari akhlaq Madzmumah, berikut beberapa ahlaq madzmumah:
a. Ghibah
Secara bahasa, Ghibah (menggunjing) ialah membicarakan keburukan
(keaiban) orang lain. Secara istilah berarti membicarakan kejelekan dan
kekurangan orang lain dengan maksud mencari kesalahan-kesalahannya, baik
jasmani, agama, kekayaan, akhlaq ataupun bentuk lahiriyahnya. Gibah tidak
terbatas melalui lisan saja, namun bisa terjadi dengan tulisan atau gerakan tubuh.[3] Gunjing atau “Al-Ghibah” dalam bahasa arab ialah menyebutkan kata-kata
keji atau meniru-niru suara atau perbuatan orang lain dibelakangnya (tidak di
depannya)ndengan maksud untuk menghinanya.[4] Ringkasnya, yang disebut dengan ghibah adalah sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasulullah SAW:
Artinya: “Ghibah adalah penyebutanmu Ihwal saudaramu menyangkut segala
sesuatu yang tidak disukainya.” (HR. Muslim)
Diharamkannya penyebutan ihwal orang lain dengan lisan disebabkan karena didalamnya terkandung pemberian
pemahaman dan pemberitahuan akan kekurangan saudaramu yang tentu tidak
disukainya bila ia sempat mendengarnya.[5]
Adapun dalil Naqli yang melarang untuk bergunjing atau berbuat ghibah,
yaitu:
لَآ
تَجَسَّسُوا وَلَآ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أيُحِبُّ أحَدُكُمْ أن يَأكُلَ
لَحْمَ أخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ تَوَّابرَّحِيم
Artinya: “Janganlah
sebagian kamu menggunjing bagian yang lain. Apakah mau salah seorangmu memakan daging saudaranya yang mati? Tentu kamu membencinya. Lalu
peliharakanlah dirimu kepada Allah! Sungguh Allah maha menerima taubat dan maha
penngasih.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
‘ala aalihi wa sallam bersabda:
أَتَدْرُونَ
مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ
بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا
أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ
فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Artinya: “Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang
lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang
saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana
apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya
ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang
engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya.
Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah
berdusta atas namanya (berbuat buhtan).”[6]
b. Buruk Sangka
Buruk sangka (su’udzan) biasanya berupa tudingan seseorang
tanpa didasarkan pada bukti yang mendukung
kebenarannya. Buruk sangka merupakan salah satu penyakit hati yang haram
terpendam dalam hati seorang muslim. Penyakit ini akan menyulut berbagai dosa seprti
ghibah, menjauhi saudara, kebencian, hasud, dan perilaku provokasi kepada orang
yang disangkanya. Allah berfirman dalam Q.S Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:
يَا
أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ إِثْمٌ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka.
Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa.
Meskipun demikian, ada juga buruk sangka yang diperbolehkan oleh syariah, yaitu buruk
sangka kepada musuh agama. Sebaik apapun perlakuan orang kafir terhadap agama dan orang Islam,
hendaklah kita waspadai. Dibalik kebaikannya, tidak jarang tersimpan misi jahat
untuk menghalangi kita dari jalan agama Allah. Allah berfirman dalam Q.S.
Al-Anfal ayat 36, yang berbunyi:
اِنَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا يُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَهُمۡ لِيَـصُدُّوۡا
عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang kufur itu menafahkan hartanya untuk menghalangi
manusia dari jalan Allah”
Artinya:
“Berjaga-jagalah terhadap musuh (agama) dengan buruk sangka.”
Adapun cara untuk menghidari penyakit buruk sangka adalah sebagai berikut:
1.
Menjauhi
semua penyebabnya
2.
Menanamkan
kesadaran bahwa persaudaraan seorang Muslim menuntut pemenuhan hak dan
kewajiban, dan bertujuan untuk mencari kedamaian (ishlah) dalam segala
hal.
3.
Meyakini
bahwa prasangka muncul dari was-was yang disebabkan oleh serum kejahatan setan.
4.
Segera
meminta perlindungan kepada Allah Swt dari godaan setan tatkala perasaan itu
timbul
5.
Berusaha
menanamkan sikap baik sangka (husnudz-zan, baik kepada Allah maupun sesama
Muslim.[7]
c.
Hasad
(Dengki)
Hasad atau Dengki menurut bahasa berarti menaruh perasaan marah
(benci, tidak suka) karena sesuatu yang sangat kepada keberuntungan orang lain. Hasad ialah
rasa benci dalam hati terhadap kenikmatan orang lain dan disertai maksud agar nikmat itu hilang atau
berpindah kepadanya. Hasad termasuk penyakit hati dan merupakan sifat tercela
dan hukumnya haram karena dapet merugikan orang lain.[8] Hasad biasanya
timbul karena adanya permusuhan dan atau persaingan untuk saling menjatuhkan.
Hasad merupakan penyakit rohani yang sangat berbahaya, karena itu harus
dijauhi. Apabila dibiarkan ,akan dapat merusak dan menghilangkan semua amal
kebaikan seseorang.[9]
Bahaya dengki sama dengan iri hati bahkan dengki lebih tajam dan lebih
mengikat kadarnya. Orang dengki tidak segan-segan mencari tipu daya untuk
menghilangkan nikmat orang lain dan merebutnya. Biasanya orang yang memiliki
sifat ini hidup mereka tidak tenang, selalu dirasuki perasaan was-was, dijauhi
sahabat karib di lingkungan tempat tinggalnya.[10]
Ada beberapa hal yang yang dapat menyebabkan perilaku hasad, yang
sebagian besar berasal dari rasa rendah
diri (minder), persis sebagaimana takabur berasal dari rasa tinggi hati. Ketika
seseorang memiliki kesempurnaan yang tak dimiliki oleh orang lain maka akan
timbul rasa tinggi, kuasa, agung dan mulia pada dirinya sehingga ia bertakabur.
Demikian pula ketika ia melihat ada kesempurnaan pada pada orang lain, ia merasa
rensah diri dan putus asa. Dan kalau bukan karena faktor-faktor eksternal dan
kelayakan psikis pada orang yang memiliki kesempurnaan itu, akan timbul
perasaan dengki dalam hati orang yang melihatnya. Kadang kala ia merasa kesal
kepada seseorang yang juga memiliki kelebihan yang dimilikinya, seperti ketika
seseorang melihat kelebihan pada orang yang setingkat atau lebih rendah
daripada dirinya. Maka, dapat dikatakan bahwa dengki adalah kekerdilan jiwa dan
kerendahan diri yang terwujud dalam bentuk keindahan akan musnahnya atau
hilangnya kelebihan atau keberuntungan orang lain. Oleh karenanya, sebagian
ulama, seperti Al-Majlisi, membatasi sebab-sebab dengki pada tujuh hal berikut
ini:
1.
Rasa Permusuhan
2.
Perasaan akan kelebihan diri sendiri, bisa jadi orang yang dengki dapat
merasakan kebanggaan dari orang yang menjadi sasaran dengki itu karena
kelebihan dan keberuntungan yang ia miliki. Karena tidak tahan melihat
kebanggan itu, ia lalu sangat menginginkan hilangnya kelebihan dan
keberuntungan itu.
3. Takabur (Kesombongan)
Orang yang
dengki bersifat angkuh terhadap orang yang dianugerahi atau karunia tertentu.
4. Ujub, orang yang dengki merasa heran melihat karunia besar yang
dimiliki orang yang menjadi sasaran kedengkiannya.[11]
5. Takut, Orang yang dengki merasa khawatir akan adanya gangguan
tertentu dari pihak orang yang memiliki kelebihan atas keberuntungannya.
6. Cinta kekuasaan, hal ini menjadi sebab dengki ketika dipegang atau
dipertahankannya kekuasaan atas orang lain menghendaki agar tidak seorangpun
memiliki kelebihan atau keberuntungan yang ia miliki.
7. Watak jahat, oramg yang berwatak jahat tidak suka melihat orang
lain memiliki kebaikan apapun.[12]
C.
Hadist
tentang Ghibah, Buruk Sangka dan Hasad
a.
Ghibah
Hadis Nabi :
عَنْ جَابِرٍ
وَاَبِى سَعِيْدٍ قَالاَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اِيَاكُمْ وَالْغِيْبَةَ فَاِنَّ الْغِيْبَةَ اَشَدُّ مِنَ
الزِّنَا
قِيْلَ لَهُ كَيْفَ قَالَ اِنَّ الرَّجُلَ يَزْنِى وَيَتُوبُ اللهُ عَلَيْهِ
وَاِنَّ صَاحِبَ الغِيْبَةِ لاَيَغْفِرُ لَهُ حَتَّى يَغْفِرَ
لَهُ صَاحِبَهُ (اخرجه
البيهقى والطبرنى وابوالشيخ وابن ابى الدنيا)
Artinya: “Dari Jabir dan Abu Sa'id mereka berkata, Rasulullah SAW pernah
bersabda: Jauhilah olehmu sifat ghibah karena ghibah itu lebih besar dosanya dari
pada zina. Ditanyakan kepada Rasul "bagaimana bisa?" Rasulullah
menjawab: seorang laki-laki berzina kemudian bertaubat Allah akan mengampuni
kepadanya dan orang yang mempunyai sifat ghibah Allah tidak akan mengampuninya
sehingga temannya mau mengampuninya.”
b.
Buruk
Sangka
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:إِيَّاكُمْ
وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
)البخاري ومسلم(
Artinya: “Dari Abu Hurairah, Nabi
bersabda: “Jauhilah oleh kalian berprasangka
(kecurigaan), karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya
pembicaraan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
c.
Hasad
إِيَّاكُمْ
وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ
الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ
Artinya: “Hati-hatilah kalian dari hasad, karena sesungguhnya hasad
itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar atau semak belukar
(rumput kering)“ (HR. Abu Daud)[13]
IV.
KESIMPULAN
Semua perbuatan-perbuatan yang baik dan yang buruk dapat dilihat dari
akhlaknya. Akhlaqul Madzmumah merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan tidak
di ridhai Allah. Akhlaqul Madzmumah ialah perangai atau tingkah laku
pada tutur kata yang tercermin pada diri manusia, dan cenderung melekat dalam
bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. Didalam akhlak madzmumah memiliki 2
bentuk maksiat yaitu maksiat yang berasal dari alat yang lahiriah dan maksiat yang berasal dari batin
seseorang.
Ghibah, buruk sangka dan hasad merupakan 3
dari sekian banyaknya akhlak madzmumah. Ghibah merupakan suatu perbuatan menyebutkan kata-kata keji atau meniru-niru suara atau perbuatan orang
lain dibelakangnya (tidak di depannya) dengan maksud untuk menghinanya. Buruk
sangka merupakan biasanya berupa
tudingan seseorang tanpa didasarkan pada bukti yang mendukung kebenarannya. Sedangkan Hasad adalah rasa benci dalam
hati terhadap kenikmatan orang lain dan disertai maksud agar nikmat itu hilang atau
berpindah kepadanya.
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini
kami tulis, semoga isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Karenanya,
saran dan kritikan yang sifatnya membangun, sangat penulis harapkan dari semua
pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah , M. Yatimin. 2007.
Study Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah
Al-Qorni, Uwes. 2005. 60 Penyakit Hati. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Khomeini, Imam. 2004. 40 Hadist: Telaah atas Hadist-hadist
Mistis dan Akhlak. Bandung: PT Mizan Pustaka
Masyhur, Kahar. 1994. Membina
Moral dan Akhlak. Jakarta : Rineka Cipta
Ridha, Abu.1993. Terjemah Mau’idhotul Mukminin (Bimbingan
Orang-orang Mukmin). Semarang: CV. Asy Syifa’
Sinaga, Hasanuddin dan Zahrudin AR,. 2004. Pengantar Study
Akhlak. Jakarta: Rajawali Pers
[1] M. Yatimin
Abdullah. Study Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta:Amzah. 2007.
Hal. 56
[2] Zahrudin AR,
Hasanuddin Sinaga. Pengantar Study Akhlak. Jakarta: Rajawali Pers. 2004.
Hal 153
[3] http://mardatilaalannisa.blogspot.com/2013/03/akhlak-madzmumah.html (di akses pada hari minggu 19 Oktober 2014, pkul 12:53)
[4] Kahar Masyhur. Membina Moral dan Akhlak. Rineka Cipta:
Jakarta. 1994. Hal 212
[5] Abu Ridha.
Terjemah Mau’idhotul Mukminin (Bimbingan Orang-orang Mukmin). Semarang: CV.
Asy Syifa’. 1993. Hal 469
[6] Op Cit. Kahar Masyhur.
Hal 214
[7] Uwes Al-Qorni. 60 Penyakit
Hati. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005. Hal 108-110
[8] Loc Cit. M. Yatimin
Abdullah. Hal. 62
[9] http://mardatilaalannisa.blogspot.com/2013/03/akhlak-madzmumah.html (di akses pada hari minggu 19 Oktober 2014, pkul 12:53)
[10] Op Cit. M. Yatimin
Abdullah. Hal 62
[11] Imam Khomeini. 40 Hadist:
Telaah atas Hadist-hadist Mistis dan Akhlak. Bandung: PT Mizan Pustaka.
2004. Hal 122
[12] Ibid. Imam Khomeini. Hal
123
[13] http://www.mutiarahadits.com/48/69/75/penjelasan-tentang-hasad.html. (Diakses pada hari Kamis, 6
Nobember 2014, pukul 16:30)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar