Jumat, 20 Februari 2015

Hadits (Akhlaqul Madzmumah)



AL AKHLAK AL MADZMUMAH

I.              PENDAHULUAN
Secara bahasa akhlak dapat diartikan dengan budi pekerti, watak, tabiat, dan dal;am bahasa sehari-hari ditemukan pula istilah etika maupun moral, yang diartikan sama dengan akhlak. menurut istilah akhlak  bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapatlah disebut bahwa akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan bentuknya yang kelihatan dinamakan mu’amalah (tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya.
Akhlak madzmumah adalah segala macam sifat dan tingkah laku yang tercela. Dalam makalah ini akan dibahas tentang apa yang termasuk akhlak madzmumah dan hadist-hadist yang berkenaan dengan akhlak madzmumah.

II.           RUMUSAN MASALAH
A.       Pengertian Akhlaq Madzmumah
B.       Macam-macam Akhlaq Madzmumah
C.       Hadits tentang Ghibah, Buruk Sangka dan Hasad

III.        PEMBAHASAN
A.       Pengertian Akhlaq Madzmumah
Hidup manusia terkadang mengarah pada kesempurnaan jiwa dan kesuciannya, tapi kadang pula mengarah kepada keburukan. Hal tersebut mengarah kepada beberapa hal yang mempengaruhinya. Menurut Akhmad Amin, keburukan akhlak (dosa dan kejahatan) muncul disebabkan karena “kesempitan pandangan dan pengalamanya, serta besarnya ego”.
Akhlaqul Madzmumah ialah perangai atau tingkah laku pada tutur kata yang tercermin pada diri manusia, dan cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. Sifat ini telah ada sejak lahir, baik wanita maupun pria yang tertanam dalam jiwa setiap manusia. Akhlak secara fitrah manusia adalah baik, namun dapat berubah menjadi akhlak yang buruk apabila manusia itu lahir dari keluarga yang tabiatnya kurang baik, lingkungan yang buruk, pendidikan yang tidak baik, dan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik sehingga menghasilkan akhlak yang buruk.[1]
Adapun bentuk maksiat ada dua yaitu sebagai berikut:
1.      Maksiat lahir
Maksiat berasal dari bahasa arab, ma’siyah, artinya “pelanggaran” oleh orang yang berakal balig (mukallaf), karena melakukan perbuatan yang dilarang, dan meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syariat islam.
Maksiat lahir, karena dilakukan dengan menggunakan alat-alat lahiriah, yang akan mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat, dan tentu saja amat berbahaya bagi keamanan dan ketentraman masyarakat, seperti pencurian dan perampokan, pembunuhan, perkelahian (akibat fitnah, adu domba).[2]
2.      Maksiat batin
Maksiat batin lebih berbahaya dibandingkan dengan maksiat lahir, karena tidak terlihat, dan lebih sukar dhilangkan. Selama maksiat batin belum dilenyapkan, maksiat lahir tidak bisa dihindarkan dari manusia. Maksiat batin berasal dari dalam hati manusia, atau digerakan oleh tabiat hati. Sedangkan hati tidak memiliki sifat yang tetap, terbolak-balik, berubah-ubah, sesuai dengan keadaan atau hati yang mempengaruhinya. Hati terkadang baik, simpati, dan kasih sayang, tetapi disaat lainya hati terkadang jahat, pendendam, syirik, dan sebagainya.

B.       Macam-macam Akhlaq Madzmumah
Adapun bentuk atau macam-macam dari akhlaq Madzmumah, berikut beberapa ahlaq madzmumah:
a.    Ghibah
Secara bahasa, Ghibah (menggunjing) ialah membicarakan keburukan (keaiban) orang lain. Secara istilah berarti membicarakan kejelekan dan kekurangan orang lain dengan maksud mencari kesalahan-kesalahannya, baik jasmani, agama, kekayaan, akhlaq ataupun bentuk lahiriyahnya. Gibah tidak terbatas melalui lisan saja, namun bisa terjadi dengan tulisan atau gerakan tubuh.[3] Gunjing atau “Al-Ghibah” dalam bahasa arab ialah menyebutkan kata-kata keji atau meniru-niru suara atau perbuatan orang lain dibelakangnya (tidak di depannya)ndengan maksud untuk menghinanya.[4] Ringkasnya, yang disebut dengan ghibah adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:

Artinya: “Ghibah adalah penyebutanmu Ihwal saudaramu menyangkut segala sesuatu yang tidak disukainya.” (HR. Muslim)
Diharamkannya penyebutan ihwal orang lain dengan lisan disebabkan karena didalamnya terkandung pemberian pemahaman dan pemberitahuan akan kekurangan saudaramu yang tentu tidak disukainya bila ia sempat mendengarnya.[5]
Adapun dalil Naqli yang melarang untuk bergunjing atau berbuat ghibah, yaitu:
لَآ تَجَسَّسُوا وَلَآ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أيُحِبُّ أحَدُكُمْ أن يَأكُلَ لَحْمَ أخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ
 إِنَّ اللَّهَ تَوَّابرَّحِيم
Artinya: “Janganlah sebagian kamu menggunjing bagian yang lain. Apakah mau salah seorangmu memakan daging saudaranya yang mati? Tentu kamu membencinya. Lalu peliharakanlah dirimu kepada Allah! Sungguh Allah maha menerima taubat dan maha penngasih.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam bersabda:
أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا
 أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Artinya: “Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat buhtan).”[6]

b.    Buruk Sangka
Buruk sangka (su’udzan) biasanya berupa tudingan seseorang tanpa didasarkan pada bukti yang mendukung kebenarannya. Buruk sangka merupakan salah satu penyakit hati yang haram terpendam dalam hati seorang muslim. Penyakit ini akan menyulut berbagai dosa seprti ghibah, menjauhi saudara, kebencian, hasud, dan perilaku provokasi kepada orang yang disangkanya. Allah berfirman dalam Q.S Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:

يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa.
Meskipun demikian, ada juga buruk sangka yang diperbolehkan oleh syariah, yaitu buruk sangka kepada musuh agama. Sebaik apapun perlakuan orang  kafir terhadap agama dan orang Islam, hendaklah kita waspadai. Dibalik kebaikannya, tidak jarang tersimpan misi jahat untuk menghalangi kita dari jalan agama Allah. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Anfal ayat 36, yang berbunyi:
اِنَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا يُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَهُمۡ لِيَـصُدُّوۡا عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ‌
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang kufur itu menafahkan hartanya untuk menghalangi manusia dari jalan Allah”

Artinya: “Berjaga-jagalah terhadap musuh (agama) dengan buruk sangka.”


Adapun cara untuk menghidari penyakit buruk sangka adalah sebagai berikut:
1.   Menjauhi semua penyebabnya
2.   Menanamkan kesadaran bahwa persaudaraan seorang Muslim menuntut pemenuhan hak dan kewajiban, dan bertujuan untuk mencari kedamaian (ishlah) dalam segala hal.
3.   Meyakini bahwa prasangka muncul dari was-was yang disebabkan oleh serum kejahatan setan.
4.   Segera meminta perlindungan kepada Allah Swt dari godaan setan tatkala perasaan itu timbul
5.   Berusaha menanamkan sikap baik sangka (husnudz-zan, baik kepada Allah maupun sesama Muslim.[7]

c.    Hasad (Dengki)
Hasad atau Dengki menurut bahasa berarti menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena sesuatu yang sangat kepada keberuntungan orang lain. Hasad ialah rasa benci dalam hati terhadap kenikmatan orang lain dan disertai maksud agar nikmat itu hilang atau berpindah kepadanya. Hasad termasuk penyakit hati dan merupakan sifat tercela dan hukumnya haram karena dapet merugikan orang lain.[8] Hasad biasanya timbul karena adanya permusuhan dan atau persaingan untuk saling menjatuhkan. Hasad merupakan penyakit rohani yang sangat berbahaya, karena itu harus dijauhi. Apabila dibiarkan ,akan dapat merusak dan menghilangkan semua amal kebaikan seseorang.[9]
Bahaya dengki sama dengan iri hati bahkan dengki lebih tajam dan lebih mengikat kadarnya. Orang dengki tidak segan-segan mencari tipu daya untuk menghilangkan nikmat orang lain dan merebutnya. Biasanya orang yang memiliki sifat ini hidup mereka tidak tenang, selalu dirasuki perasaan was-was, dijauhi sahabat karib di lingkungan tempat tinggalnya.[10]
Ada beberapa hal yang yang dapat menyebabkan perilaku hasad, yang sebagian besar berasal dari rasa rendah diri (minder), persis sebagaimana takabur berasal dari rasa tinggi hati. Ketika seseorang memiliki kesempurnaan yang tak dimiliki oleh orang lain maka akan timbul rasa tinggi, kuasa, agung dan mulia pada dirinya sehingga ia bertakabur. Demikian pula ketika ia melihat ada kesempurnaan pada pada orang lain, ia merasa rensah diri dan putus asa. Dan kalau bukan karena faktor-faktor eksternal dan kelayakan psikis pada orang yang memiliki kesempurnaan itu, akan timbul perasaan dengki dalam hati orang yang melihatnya. Kadang kala ia merasa kesal kepada seseorang yang juga memiliki kelebihan yang dimilikinya, seperti ketika seseorang melihat kelebihan pada orang yang setingkat atau lebih rendah daripada dirinya. Maka, dapat dikatakan bahwa dengki adalah kekerdilan jiwa dan kerendahan diri yang terwujud dalam bentuk keindahan akan musnahnya atau hilangnya kelebihan atau keberuntungan orang lain. Oleh karenanya, sebagian ulama, seperti Al-Majlisi, membatasi sebab-sebab dengki pada tujuh hal berikut ini:
1.      Rasa Permusuhan
2.      Perasaan akan kelebihan diri sendiri, bisa jadi orang yang dengki dapat merasakan kebanggaan dari orang yang menjadi sasaran dengki itu karena kelebihan dan keberuntungan yang ia miliki. Karena tidak tahan melihat kebanggan itu, ia lalu sangat menginginkan hilangnya kelebihan dan keberuntungan itu.
3.      Takabur (Kesombongan)
Orang yang dengki bersifat angkuh terhadap orang yang dianugerahi atau karunia tertentu.
4.      Ujub, orang yang dengki merasa heran melihat karunia besar yang dimiliki orang yang menjadi sasaran kedengkiannya.[11]
5.      Takut, Orang yang dengki merasa khawatir akan adanya gangguan tertentu dari pihak orang yang memiliki kelebihan atas keberuntungannya.
6.      Cinta kekuasaan, hal ini menjadi sebab dengki ketika dipegang atau dipertahankannya kekuasaan atas orang lain menghendaki agar tidak seorangpun memiliki kelebihan atau keberuntungan yang ia miliki.
7.      Watak jahat, oramg yang berwatak jahat tidak suka melihat orang lain memiliki kebaikan apapun.[12]

C.     Hadist tentang Ghibah, Buruk Sangka dan Hasad
a.    Ghibah
Hadis Nabi :
عَنْ جَابِرٍ وَاَبِى سَعِيْدٍ قَالاَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِيَاكُمْ وَالْغِيْبَةَ فَاِنَّ الْغِيْبَةَ اَشَدُّ مِنَ
الزِّنَا قِيْلَ لَهُ كَيْفَ قَالَ اِنَّ الرَّجُلَ يَزْنِى وَيَتُوبُ اللهُ عَلَيْهِ وَاِنَّ صَاحِبَ الغِيْبَةِ لاَيَغْفِرُ لَهُ حَتَّى يَغْفِرَ
 لَهُ صَاحِبَهُ (اخرجه البيهقى والطبرنى وابوالشيخ وابن ابى الدنيا)
Artinya: “Dari Jabir dan Abu Sa'id mereka berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda: Jauhilah olehmu sifat ghibah karena ghibah itu lebih besar dosanya dari pada zina. Ditanyakan kepada Rasul "bagaimana bisa?" Rasulullah menjawab: seorang laki-laki berzina kemudian bertaubat Allah akan mengampuni kepadanya dan orang yang mempunyai sifat ghibah Allah tidak akan mengampuninya sehingga temannya mau mengampuninya.”

b.   Buruk Sangka
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
)البخاري ومسلم(

Artinya: “Dari Abu Hurairah, Nabi n bersabda: “Jauhilah oleh kalian berprasangka (kecurigaan), karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan.” (HR. Bukhari dan Muslim).






c.    Hasad
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ
Artinya: “Hati-hatilah kalian dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar atau semak belukar (rumput kering)“ (HR. Abu Daud)[13]


IV.        KESIMPULAN
Semua perbuatan-perbuatan yang baik dan yang buruk dapat dilihat dari akhlaknya. Akhlaqul Madzmumah merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan tidak di ridhai Allah. Akhlaqul Madzmumah ialah perangai atau tingkah laku pada tutur kata yang tercermin pada diri manusia, dan cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. Didalam akhlak madzmumah memiliki 2 bentuk maksiat yaitu maksiat yang berasal dari alat yang lahiriah dan maksiat yang berasal dari batin seseorang.
Ghibah, buruk sangka dan hasad merupakan 3 dari sekian banyaknya akhlak madzmumah. Ghibah merupakan suatu perbuatan menyebutkan kata-kata keji atau meniru-niru suara atau perbuatan orang lain dibelakangnya (tidak di depannya) dengan maksud untuk menghinanya. Buruk sangka merupakan biasanya berupa tudingan seseorang tanpa didasarkan pada bukti yang mendukung kebenarannya. Sedangkan Hasad adalah rasa benci dalam hati terhadap kenikmatan orang lain dan disertai maksud agar nikmat itu hilang atau berpindah kepadanya.

V.           PENUTUP
Demikian makalah ini kami tulis, semoga isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Karenanya, saran dan kritikan yang sifatnya membangun, sangat penulis harapkan dari semua pihak.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah , M. Yatimin.  2007. Study Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah
Al-Qorni, Uwes. 2005. 60 Penyakit Hati. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Khomeini, Imam. 2004. 40 Hadist: Telaah atas Hadist-hadist Mistis dan Akhlak. Bandung: PT Mizan Pustaka
Masyhur, Kahar. 1994. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta : Rineka Cipta
Ridha, Abu.1993. Terjemah Mau’idhotul Mukminin (Bimbingan Orang-orang Mukmin). Semarang: CV. Asy Syifa’
Sinaga, Hasanuddin dan Zahrudin AR,. 2004. Pengantar Study Akhlak. Jakarta: Rajawali Pers


[1] M. Yatimin Abdullah. Study Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta:Amzah. 2007. Hal. 56
[2] Zahrudin AR, Hasanuddin Sinaga. Pengantar Study Akhlak. Jakarta: Rajawali Pers. 2004. Hal 153
[3] http://mardatilaalannisa.blogspot.com/2013/03/akhlak-madzmumah.html (di akses pada hari minggu 19 Oktober 2014, pkul 12:53)
[4] Kahar Masyhur. Membina Moral dan Akhlak. Rineka Cipta: Jakarta. 1994. Hal 212
[5] Abu Ridha. Terjemah Mau’idhotul Mukminin (Bimbingan Orang-orang Mukmin). Semarang: CV. Asy Syifa’. 1993. Hal 469
[6] Op Cit. Kahar Masyhur. Hal 214
[7] Uwes Al-Qorni. 60 Penyakit Hati. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005. Hal 108-110
[8] Loc Cit. M. Yatimin Abdullah. Hal. 62
[9] http://mardatilaalannisa.blogspot.com/2013/03/akhlak-madzmumah.html (di akses pada hari minggu 19 Oktober 2014, pkul 12:53)
[10] Op Cit. M. Yatimin Abdullah. Hal 62
[11] Imam Khomeini. 40 Hadist: Telaah atas Hadist-hadist Mistis dan Akhlak. Bandung: PT Mizan Pustaka. 2004. Hal 122
[12] Ibid. Imam Khomeini. Hal 123
[13] http://www.mutiarahadits.com/48/69/75/penjelasan-tentang-hasad.html. (Diakses pada hari Kamis, 6 Nobember 2014, pukul 16:30)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar